Ritual Melasti di Pantai Watu Pecak Lumajang - KIM SINAR HARAPAN

Breaking

Senin, 22 April 2013

Ritual Melasti di Pantai Watu Pecak Lumajang



kim-sinar-harapan-tekung.blogspot.com, Ribuan umat hindu dari berbagai Desa di Kabupaten Lumajang, seperti dari Desa Argosari, Ranu Pane, Kecamatan Senduro, Rowokangkung, Sukodono, Pronojiwo dan Tempursari, melaksanakan upacara Melasti di pesisir pantai selatan Kota Pisang, tepatnya di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan pasirian. Ritual ini mengundang banyak perhatian dari berbagai komunitas, kebetulan disana saya menjumpai beberapa komunitas photographer yang ada di Lumajang diantaranya LUSEFO ( Lumajang Seni Foto ), AJANG ( Asli Jepretan Lumajang ), dan KFL ( Komunitas Fotografi Lumajang ).
Dalam ritual Melasti ini, sedikitnya 2.000 lebih umat Hindu memulai rangkaian prosesi dengan berkumpul di Pura Mandara Giri Semeru Agung yang berada di Kecamatan Senduro. Pura ini berjarak sekitar 50 kilometer dari lokasi ritual Melasti di Pantai Watu Pecak. Dari Pura suci yang terletak di lereng Gunung Semeru ini, seluruh umat Hindu berangkat berombongan dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua.
Sepanjang perjalanan, pelaksanaan ritual Melasti ini berlangsung aman dengan pengamanan dari aparat kepolisian dari jajaran Polres Lumajang, Polsek Senduro dan Polsek Pasirian. Dalam upacara tersebut, sejumlah sesaji diarak dari pura menuju pantai untuk dilarungkan ke laut. Sesaji itu merupakan hasil bumi mereka selama ini, berupa gunungan hasil bumi dan hewan ternak. Di pantai, mereka menjalani sejumlah ritual seperti Percik Tirta hingga sejumlah tarian. Umat Hindu pun membawa sejumlah alat musik seperti kenong dan gong untuk mengiringi upacara kegamaan tersebut.
Sebelum berdoa, para umat Hindu mengalunkan alat musik yang mereka bawa. Sejumlah sesajian juga digunakan dalam acara ini. Tidak lama kemudian, ritual menyucikan diri atau buana alit dan buana agung atau alam semesta dimulai. Ritual diawali tarian kidung suci sebagai ungkapan syukur limpahan rejeki kepada sang pencipta.
Selanjutnya, wasi-wasi atau pinandita yang memimpin ritual Melasti, memercikan air suci dan menggelar doa bersama. Ritual ini berlangsung khidmat bertujuan mensucikan diri pribadi serta alam semesta. Tukijan, salah-seorang umat Hindu asal Desa Dawuhan Wetan, Kecamatan Rowokangkung kepada Sentral FM menyebutkan jika upacara Melasti ini bertujuan untuk menyucikan alam semesta dan raga manusia dari sifat- sifat buruk atau sifat kebinatangan yang ada.
Dimana, masih kata Tukijan, dalam ritual Melasti yang berarti penyucian alam semesta dan jiwa raga manusia sebelum memasuki pelaksanaan prosesi Nyepi, dimana seluruh umat Hindu wajib berpantangan menyalakan api dan bepergian. “Prosesi Melasti ini juga merupakan salah-satu rangkaian untuk menyambut hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1935,” kata Tukijan.
Dalam ritual penyucian diri dan alam semesta yang dilakukan Umat Hindu Lumajang, diwujudkan dengan larung sesajen atau melemparkan sebagian hasil bumi dan hewan ternak ke laut sebagai sebagai simbol peleburan. “Larung sesaji sebagai bentuk bersih diri dari enam sifat buruk manusia, yakni kama atau nafsu biologis, rakus, kemarahan, mada atau kemabukan, kebinggungan dan sifat iri hati.
Dengan ritual melasti ini umat Hindu Lumajang berharap telah suci, dalam menyongsong hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1935,” demikian kata Tukijan. Sesaji itu selanjutnya menjadi rebutan warga sekitar pantai. “Harapannya, segala bentuk sifat buruk dan kebinatangan yang ada hilang sebelum menyambut puncak Hari Raya Nyepi,” demikian sambung Tukijan lagi.
Setelah prosesi larung sesajen ke laut, ribuan umat Hindu pun dengan khidmat memanjatkan do’a kepada Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa, red) dengan dipimpin wasa-wasi atau pinandita agar dianugerahi masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Upacara Melasti juga diiringi dengan perenungan tentang semua hal yang sudah dilakukan dengan tujuan untuk mengoreksi diri supaya menjadi pribadi yang lebih baik.
Sementara itu, Parwiyono (46), salah- satu umat asal Desa Karangsari, Kecamatan Sukodono yang mengikuti upacara Melasti, berharap agar diberi penghidupan yang lebih baik. Ia juga berdoa supaya dirinya dibebaskan dari segala sifat buruk. Pada upacara itu, ia membawa seekor ayam sebagai simbol menghilangkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. “Saya berharap semoga masyarakat Lumajang diberi kehidupan yang lebih baik oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan dibebaskan dari segala bentuk keburukan,” demikian kata Parwiyono.
Dalam kesempatan terpisah, Edi Sumianta, Sag Ketua PHDI (Parisade Hindu Darma Indonesia) Kabupaten Lumajang menyampaikan, dalam pelaksanaan ritual Melasti ini, pesisir Pantai Watu Pecak memang menjadi lokasi rutin dari kegiatan Melasti oleh para warga Hindu di Kabupaten Lumajang. “Selanjutnya, umat Hindu akan menggelar prosesi ritual lain berupa ritual Tawur Kesanga dan bakar Ogoh-Ogoh yang seluruhnya di gelar di Pura Mandara Giri Semeru Agung, di Desa/Kecamatan Senduro sebelum merayakan ritual nyepi sebagai puncak kegiatannya,” papar EdiSumianta, Sag.

Penulis : Muhammad Khoirul Anam
Editor  : Muhammad Khoirul Anam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar. Terima Kasih..

Pages